Aku berlari disepanjang koridor rumah sakit. Aku tidak peduli meskipun orang-orang menatapku aneh. Yang ku perdulikan kini hanya Lysa.
Mataku terus mencari penuh harap.
Aha. Kamar Mawar no. 13
Kamar itu tertutup rapat. Aku memasukinya, membukanya perlahan. Saat itulah kedua mataku menatap seseorang. Seseorang yang sangat kucintai. Aku tidak percaya akan hal yang kulihat.
Salah satu wanita terkuat yang aku kenal kini tergeletak tak berdaya diranjang rumah sakit. Mukanya pucat dan lemah. Aku hampir menangis dibuatnya. Itu sangat menusuk hatiku.
Beberapa saat kemudian, dia terbangun. Dia kaget saat melihatku, kemudian tersirat dari wajahnya bahwa ia sedih. Ia tak berbicara apa-apa selama kami saling menatap.
"Kenapa kamu nggak cerita ke aku?" kataku menahan diri.
Bibir merahnya bergetar.
"Maafin aku Sya. A.. Aku cuma gamau kamu khawatir."
"Kamu gamau aku khawatir?! Kamu tau, aku hampir gila karena mikirin kamu! Kamu janji mau kabarin aku, mana?!"
Dia terdiam dan mulai menangis, salah satu tangisan paling pedih yang pernah kulihat. Aku sadar aku sudah terlalu keras terhadapnya. Aku duduk disampingnya, kudekap dia dengan lembut.
"Aku sayang sama kamu, lys. Aku sayang banget. Harusnya kamu cerita ke aku. Mungkin aku bisa bantu kamu, pokoknya kita selesaiin ini semua sama-sama. Nggak gini lys caranya." Aku memberinya pengertian.
"Oke aku minta maaf kalo selama ini aku cuek sama kamu. Pokoknya mulai sekarang aku janji aku akan perhatiin kamu lebih dari sebelumnya."
"Janji?" Lysa tersenyum
Aku berdiri tegap, berlagak seperti saat Patih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa nya.
"Gue, Pasya Ardinata, berjanji, akan setia pada Yang Mulia Alyssa Nurwijaya apapun yang terjadi, sampai Tuhan yang memisahkab kami berdua." Aku berkata dengan suara lantang.
Lysa tertawa kecil. Kulihat senyum diwajahnya yang sangat bahagia. Kurasa aku benar-benar akan setia padanya melebihi Patih Gajah Mada sekalipun.